Fajarinfoonline.com,”JEMBRANA – Krisis air bersih kembali menghantui masyarakat Kabupaten Jembrana, Bali. Setiap musim kemarau, desa-desa di wilayah ini kerap dilanda kekeringan, memaksa warga bergantung pada suplai air darurat dari pemerintah daerah.
Warga harus menunggu kiriman tangki air bersih atau memanfaatkan sumur dangkal yang mulai mengering. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada pemenuhan kebutuhan rumah tangga, tetapi juga mengancam sektor pertanian, yang merupakan tulang punggung ekonomi Jembrana.
Menurut catatan Perumda Air Minum Tirta Amerta Jati, sebagian besar suplai air masih mengandalkan sumur bor dengan kapasitas terbatas. Dari total 370 sumur dangkal, sebanyak 39 sumur dilaporkan rusak dan tidak lagi berfungsi. Kerusakan tersebut berdampak langsung pada ratusan petani yang kehilangan sumber air untuk sawahnya.
Selain kekeringan, infrastruktur distribusi air juga rentan rusak akibat bencana. Banjir bandang di beberapa titik Jembrana sempat memutus pipa utama PDAM, membuat ribuan warga tidak mendapat pasokan air berhari-hari.
Bantuan Darurat Masih Dominan
Pemerintah Kabupaten Jembrana melalui BPBD rutin menyalurkan bantuan air bersih ke desa-desa terdampak, termasuk pemasangan tandon air. Namun, pola ini dinilai hanya bersifat reaktif. “Distribusi tangki air penting saat darurat, tetapi tidak cukup untuk menjamin ketersediaan air secara berkelanjutan,” ujar salah seorang pengamat kebijakan publik.
Kondisi PDAM yang sempat merugi juga menjadi tantangan tersendiri. Meski belakangan mulai mencatat keuntungan, stabilitas keuangan yang naik-turun membuat kemampuan investasi dalam perawatan sumur dan jaringan pipa masih terbatas.
Mendesak: Strategi Jangka Panjang
Para pemerhati lingkungan menilai, ada tiga alasan utama mengapa Jembrana harus segera keluar dari pola darurat menuju strategi jangka panjang, yakni: dampak perubahan iklim, alih fungsi lahan yang mengurangi daerah resapan, serta ketergantungan besar pada sektor pertanian.
Beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh antara lain:
- Rehabilitasi sumur rusak dan inventarisasi menyeluruh kondisi sumur bor maupun sumur dangkal.
- Diversifikasi sumber air melalui embung kecil, pemanenan air hujan, dan tandon desa permanen.
- Konservasi daerah hulu, termasuk pengendalian alih fungsi lahan dan penghijauan di daerah tangkapan air.
- Penguatan kelembagaan PDAM, baik dari sisi manajemen maupun pembiayaan kreatif.
- Pembangunan infrastruktur tahan iklim untuk meminimalisasi kerusakan saat bencana.
- Partisipasi aktif masyarakat, terutama melalui kelompok tradisional seperti subak, dalam pengelolaan air.
Dari Darurat ke Ketahanan
Air merupakan kebutuhan dasar yang menentukan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Jembrana perlu keluar dari pola distribusi darurat menuju pembangunan ketahanan air jangka panjang.
“Dengan komitmen politik yang kuat, pendanaan tepat, dan keterlibatan masyarakat, Jembrana bisa menjadikan krisis air bukan lagi isu musiman, melainkan peluang transformasi menuju pengelolaan air yang berkelanjutan,” demikian penutup rekomendasi dalam kajian ini.