Fajar dan Ruslan Di-Warning: Pegawai BPN Berstatus Penyelenggara Negara Harus Tahan Lidah

Fajarinfoonline.com,”Sulawesi Tenggara– Pernyataan publik dua pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN), masing-masing Kepala BPN Kota Kendari, Fajar, dan Kabid Penetapan Hak Kanwil BPN Sultra, Ruslan Emba, terkait status lahan Tapak Kuda milik Koperasi Kopperson, kembali memicu kontroversi.
Keduanya dinilai telah memberikan pernyataan yang tidak konsisten, berubah-ubah, dan berpotensi menggiring opini publik yang menyesatkan.

Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung, memperingatkan kedua pejabat tersebut agar berhati-hati dalam berbicara di ruang publik. Menurutnya, sebagai penyelenggara negara, Fajar dan Ruslan terikat oleh sumpah jabatan dan kode etik ASN.

“Ruslan Emba dan Fajar selaku pegawai Badan Pertanahan di bidangnya masing-masing harus berhati-hati memberikan pernyataan di ruang publik. Jangan sampai blunder dan berakibat senjata makan tuan karena ego dan kepentingan yang ingin dilakukan,” tegas Fianus Arung di Kendari, Kamis (11/10/2025).

Kopperson Siap Tunjukkan Titik Koordinat Lahan Tapak Kuda

Fianus menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak menunjukkan batas tanah Tapak Kuda, melainkan menghormati instansi resmi—yakni BPN—yang memiliki produk hukum dan peta sah.

Ia bahkan menyebut secara rinci batas-batas tanah tersebut sebagaimana tercantum dalam surat ukur resmi:

“Pemohon, dalam hal ini Kopperson, bukan tidak bisa menunjukkan batas, tetapi kami menghargai instansi terkait yang punya produk aslinya, yaitu surat ukur dengan titik koordinat dan batas-batas yang jelas sesuai keputusan pengadilan,” ujarnya.

Baca:  Masyarakat Apresiasi Langkah Divisi Humas Polri Dalam Menggelar Dialog Publik Jelang Pemilu 2024

 

Fianus juga mengungkap bahwa pada tahun 2018, Pengadilan Negeri Kendari telah mengirim surat bernomor W23.U1/2163/HK/02/12/2018 kepada Kepala BPN Kota Kendari untuk menghadiri penunjukan batas tanah. Namun, tidak ada perwakilan BPN yang hadir tanpa alasan yang jelas.

“Ini sangat menguatkan bahwa BPN Kota Kendari justru terkesan ingin menggagalkan sita eksekusi dengan tujuan yang diduga sarat kepentingan,” tambahnya.

 

Menurut Fianus, ketidakhadiran tersebut bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi pelanggaran terhadap perintah pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

“Kalau pengadilan sudah memerintahkan, lalu pejabat negara tidak hadir, itu sama saja melawan hukum. Ini berpotensi pidana,” tegasnya.

 

 

Pernyataan Blunder: Produk BPN Sendiri Dinyatakan Tidak Sah

Fianus juga menyoroti pernyataan Kepala BPN Kendari, Fajar, yang menyebut bahwa “peta asli dengan tanda tangan pejabat berwenang bukan produk BPN.”
Menurutnya, pernyataan tersebut merupakan blunder substansi dan bentuk ketidakpahaman terhadap produk hukum lembaganya sendiri.

“Lucu dan memalukan. Surat ukur tersebut jelas produk resmi BPN, ditandatangani pejabat berwenang, bahkan diakui sendiri oleh Ruslan Emba beberapa tahun lalu,” ujarnya.
“Kalau sekarang mereka menyangkal produk mereka sendiri, berarti mereka sedang menembak kaki sendiri. Senjata makan tuan,” tambahnya.

Baca:  Sejarah Perjalanan FF Cosmetics Dalam 12 Tahun

Kontradiksi Pernyataan Ruslan Emba

Kuasa hukum Kopperson juga menuding Ruslan Emba kerap membuat pernyataan yang tidak konsisten.
Beberapa minggu lalu, kata Fianus, Ruslan mengaku telah mendudukkan peta tanah HGU Tapak Kuda dan menyebut hal itu mudah dilakukan. Namun, kini ia mengatakan lokasi tanah tersebut tidak jelas.

“Aneh sekali. Hati-hati Pak Ruslan, jangan main api, nanti kebakar,” ucapnya.

Bahkan, menurut Fianus, Ruslan pernah mengakui bahwa dirinya menandatangani SHM di atas lahan HGU milik Kopperson, dan menyebut dirinya “kena jebakan Batman” oleh pemohon sertifikat.
Namun kini, Ruslan disebut berubah sikap dan menyangkal fakta tersebut di hadapan publik.

Peringatan Hukum: Pejabat Publik Bisa Dijerat Pidana

Dalam pernyataannya, Fianus mengingatkan bahwa setiap pejabat publik wajib mematuhi hukum dan keputusan pengadilan. Ia menegaskan bahwa pelanggaran terhadap tugas dan perintah negara dapat dijerat pasal pidana.

Mengacu pada:

Baca:  Dukung Program Asta Cita Presiden RI, Polda Sultra Sosialisasikan Bahaya Judi Online di SMKN 2 Kendari

Pasal 10 dan 24 UU No. 5/2014 tentang ASN (jo. UU No. 20/2023) — ASN wajib netral, profesional, dan patuh terhadap hukum.

Pasal 216 KUHP — menjerat siapa pun yang tidak menuruti perintah jabatan berdasarkan undang-undang atau putusan pengadilan.

Pasal 421 KUHP — menyasar pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menghambat pelaksanaan hukum.

Pasal 242 dan 266 KUHP — mengatur pidana atas pemberian keterangan palsu atau manipulasi data dalam dokumen pertanahan.

“Fajar dan Ruslan bukan bicara sebagai individu. Mereka adalah penyelenggara negara. Kalau mereka mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan publik atau menghambat hukum, itu bisa dikategorikan perbuatan melawan hukum,” tandas Fianus.

Kopperson: Kami Patuh pada Hukum, Tapi Tidak Akan Diam

Menutup pernyataannya, Fianus menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak hukum Kopperson dan tidak akan diam melihat ketidakadilan.

“Kami tunduk pada hukum, tapi kami tidak akan diam. Setiap pernyataan menyesatkan akan kami jawab dengan bukti, bukan opini,” tegasnya.
“Jika BPN takut pada desakan massa yang melawan hukum, kenapa tidak takut pada kami yang berdiri di posisi benar secara hukum? Jangan memancing kemarahan,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT