Fajarinfoonline com,”Kendari– Pernyataan Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, La Ode Ashar, terkait pelaksanaan eksekusi tanah milik Koperasi Kopperson menuai kritik keras. Pernyataannya dinilai blunder dan terkesan dungu, karena dianggap tidak memahami substansi hukum perkara yang sedang berjalan.
Kuasa Khusus Koperasi Kopperson, Fianus Arung, menyebut bahwa komentar La Ode Ashar justru menyesatkan publik dan berpotensi merusak wibawa lembaga peradilan.
> “Sebagai pejabat publik, La Ode Ashar seharusnya memahami dulu duduk persoalan dan substansi hukum sebelum berkomentar. Ucapannya di ruang publik menunjukkan minimnya pemahaman terhadap hukum acara perdata dan mekanisme pelaksanaan putusan pengadilan,” ujar Fianus Arung di Kendari, Jumat (10/10/2025).
Menurut Fianus, satu-satunya hal yang benar dari pernyataan La Ode Ashar hanyalah kalimat bahwa “selama ada permintaan pengadilan, BPN tidak boleh menolak.” Namun, lanjutnya, pernyataan lanjutan La Ode Ashar yang mengatakan “jika pengadilan memenuhi syarat, ya silakan” justru menunjukkan ketidakpahaman mendasar terhadap hukum dan aturan eksekusi pengadilan.
“Pernyataannya bukan hanya salah, tapi membingungkan publik dan memperlihatkan bahwa beliau tidak menguasai hukum acara perdata. Sebagai Ketua Komisi III, mestinya ia menjadi penyejuk, bukan malah memperkeruh,” tegasnya.
—
Fianus: “Om, Belajarlah Hukum Dulu”
Lebih jauh, Fianus Arung menyoroti ucapan La Ode Ashar yang menyebut bahwa pemohon eksekusi tidak memiliki legal standing dan bahwa Kopperson bukan pihak yang berperkara.
> “Saya tertawa geli mendengar semua ucapan La Ode Ashar. Entah beliau belajar dari mana. Ia berani mengatakan bahwa pemohon eksekusi tidak punya kedudukan hukum, padahal itu menambah kedunguannya,” kata Fianus.
“Lebih parah lagi ketika ia mengatakan bahwa Kopperson atau Abdi Nusa Jaya bukan pihak yang berperkara. Bukankah dalam akta notaris sudah jelas bahwa Ketua Kopperson sejak 2015 adalah Abdi Nusa Jaya Hatali? Bukankah yang berperkara sejak awal memang Kopperson? Aduh om… om…” sindir Fianus Arung.
Menurutnya, ucapan La Ode Ashar tentang “pengadilan melakukan kesewenang-wenangan karena tidak ada dasar hukumnya” adalah tuduhan yang menyesatkan dan merendahkan lembaga peradilan.
“Faktanya, perkara ini sudah bergulir sejak tahun 1993 dan telah berkekuatan hukum tetap sejak 1995. Tidak ada lagi upaya hukum. Jadi kalau masih diragukan, itu sama saja tidak percaya pada perintah negara sendiri,” tegasnya.
—
Kronologi Panjang Perkara Kopperson
Perkara ini bermula dari gugatan Koperasi Kopperson terhadap mantan bendaharanya, Wongko Amiruddin dkk., dengan Nomor Perkara 48/Pdt.G/1993/PN.Kdi.
Gugatan itu dinyatakan diterima oleh Pengadilan Negeri Kendari pada 22 November 1994. Upaya banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara juga ditolak dengan Putusan Nomor 14/PDT/1995/PT.Sultra.
Karena pihak tergugat tidak lagi mengajukan kasasi, maka putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Pengadilan Negeri Kendari kemudian menerbitkan Surat Penetapan Eksekusi Nomor 12/Pan.Pdt.G/Eks/1996/PN.Kdi, namun pelaksanaan eksekusi sempat terhambat karena berbagai kendala.
Bahkan pada tahun 1998, sempat muncul Berita Acara Pengosongan lokasi tanpa surat penetapan resmi. Setelah pengurus lama meninggal, dibentuk kepengurusan baru dengan Abdi Nusa Jaya Hatali sebagai Ketua, berdasarkan Akta Notaris Nomor 21 tanggal 10 Oktober 2015.
Sejak saat itu, Kopperson terus memperjuangkan pelaksanaan eksekusi. Perlawanan demi perlawanan dari pihak penyerobot pun terjadi, namun seluruhnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Kendari dengan sejumlah amar putusan, antara lain:
Nomor 16/Pdt.Plw/2017/PN.Kdi (La Ata)
Nomor 13/Pdt.Plw/2017/PN.Kdi (H. Amiruddin dkk.)
Nomor 80/Pdt.Bth/2018/PN.Kdi (Husein Awad/Hotel Zahra)
Terakhir, pada 8 September 2025, Kuasa Khusus Kopperson kembali mengajukan permohonan tindak lanjut sita eksekusi ke Pengadilan Negeri Kendari, dan telah membayar biaya perkara pada 25 September 2025. Jadwal konstatering ditetapkan pada 15 Oktober 2025, namun ditunda karena adanya kegiatan nasional STQH.
—
Landasan Hukum Kopperson
1. UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1), yang menegaskan pengurus mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan.
2. Pasal 1653 KUHPerdata, yang menyatakan badan hukum berhak melakukan perbuatan hukum melalui pengurus sah.
3. Yurisprudensi MA Nomor 3168 K/Pdt/1986, menegaskan perubahan pengurus tidak menghapus hak badan hukum.
Dengan dasar tersebut, Koperasi Kopperson tetap memiliki legal standing yang sah untuk melanjutkan eksekusi atas tanah sengketa Tapak Kuda.
—
Peringatan Keras untuk Pihak yang Memprovokasi
Fianus Arung juga mengingatkan bahwa siapa pun yang berusaha menghasut masyarakat agar melawan pelaksanaan eksekusi akan berhadapan dengan hukum.
> “Kami sedang mengumpulkan bukti terhadap pihak-pihak yang mencoba memprovokasi warga. Jika terbukti menghalangi perintah negara, mereka akan kami proses secara hukum,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa putusan pengadilan yang inkracht bersifat final, mengikat, dan wajib dilaksanakan.
> “Tidak ada kesewenang-wenangan pengadilan. Yang ada adalah perintah negara melalui hukum yang sah. Bahkan Presiden pun tidak punya kewenangan membatalkan eksekusi pengadilan, apalagi DPRD,” ujarnya menutup.
🟩 Reporter: Tim Redaksi